Bekerja Karena Allah
AKHLAK & ETIKA BEKERJA DALAM ISLAM
Bekerja
Sebagai Satu Kewajiban Seorang Hamba Kepada Allah SWT
§ Allah SWT memerintahkan bekerja kepada setiap
hamba-hamba-Nya (QS. Attaubah/ 9 : 105) :
Dan katakanlah: “Bekerjalah kamu, maka Allah
dan Rasul-Nya serta orang-orang mu’min akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu
akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang
nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan”.
Seorang insan minimal sekali diharuskan untuk
dapat memberikan nafkah kepada dirinya sendiri, dan juga kepada keluarganya.
§ Dalam Islam terdapat banyak sekali ibadah yang
tidak mungkin dilakukan tanpa biaya & harta, seperti zakat, infak,
shadaqah, wakaf, haji dan umrah. Sedangkan biaya/ harta tidak mungkin diperoleh
tanpa proses kerja. Maka bekerja untuk memperoleh harta dalam rangka ibadah
kepada Allah menjadi wajib. Kaidah fiqhiyah mengatakan :
مَالاَ يَتِمُّ
الْوَاجِبُ إِلاَّ بِهِ فَهُوَ وَاجِبٌ
Suatu kewajiban yang tidak bisa dilakukan
melainkan dengan pelaksanaan sesuatu, maka sesuatu itu hukumnya wajib.
Keutamaan (Fadhilah)
Bekerja Dalam Islam
§ Orang yang ikhlas bekerja akan mendapatkan
ampunan dosa dari Allah SWT. Dalam sebuah hadits diriwayatkan :
مَنْ أَمْسَى كَالاًّ
مِنْ عَمَلِ يَدِهِ أَمْسَى مَغْفُوْرًا لَهُ (رواه الطبراني)
Barang siapa yang sore hari duduk kelelahan
lantaran pekerjaan yang telah dilakukannya, maka ia dapatkan sore hari tersebut
dosa-dosanya diampuni oleh Allah SWT. (HR. Thabrani)
§ Akan diampuninya suatu dosa yang tidak dapat diampuni
dengan shalat, puasa, zakat, haji & umrah. Dalam sebuah riwayat dikatakan :
إِنَّ مِنَ الذُّنُوْبِ
لَذُنُوْبًا، لاَ تُكَفِّرُهَا الصَّلاةُ وَلاَ الصِّياَمُ وَلاَ الْحَجُ وَلاَ
الْعُمْرَةُ، قَالَ وَمَا تُكَفِّرُهَا يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قاَلَ الْهُمُوْمُ
فِيْ طَلَبِ الْمَعِيْشَةِ (رواه الطبراني)
‘Sesungguhnya diantara dosa-dosa itu, terdapat
satu dosa yang tidak dapat dihapuskan dengan shalat, puasa, haji dan umrah.’
Sahabat bertanya, ‘Apa yang dapat menghapuskannya wahai Rasulullah?’ Beliau
menjawab, ‘Semangat dalam mencari rizki.’ (HR. Thabrani)
§ Mendapatkan ‘Cinta Allah SWT’. Dalam sebuah
riwayat digambarkan :
إِنَّ اللهَ يُحِبُّ
الْمُؤْمِنَ الْمُحْتَرِفَ (رواه الطبراني)
Sesungguhnya Allah SWT mencintai seorang
mu’min yang giat bekerja. (HR. Thabrani)
§ Terhindar dari azab neraka
Dalam sebuah riwayat dikemukakan, “Pada suatu
saat, Saad bin Muadz Al-Anshari berkisah bahwa ketika Nabi Muhammad SAW baru
kembali dari Perang Tabuk, beliau melihat tangan Sa’ad yang melepuh, kulitnya
gosong kehitam-hitaman karena diterpa sengatan matahari. Rasulullah bertanya,
‘Kenapa tanganmu?’ Saad menjawab, ‘Karena aku mengolah tanah dengan cangkul ini
untuk mencari nafkah keluarga yang menjadi tanggunganku.” Kemudian Rasulullah
SAW mengambil tangan Saad dan menciumnya seraya berkata, ‘Inilah tangan yang
tidak akan pernah disentuh oleh api neraka’” (HR. Tabrani)
Pertanyaan Besar
Tentang Pekerjaan Kita
§ Apakah pekerjaan yang kita lakukan akan
mengantarkan kita ke surga?
§ Apa syarat – syarat yang dapat menjadikan
pekerjaan kita sebagai sarana untuk mendapatkan surga Allah SWT?
§ Bagaimana menjadikan pekerjaan kita sebagai
sarana untuk mendapatkan surga?
Syarat Mendapatkan
Surga Dengan Bekerja
1. Niat Ikhlas Karena Allah SWT
النية الخاصة لله تعالى
Artinya ketika bekerja, niatan utamanya adalah
karena Allah SWT sebagai kewajiban dari Allah yang harus dilakukan oleh setiap
hamba. Dan konsekwensinya adalah ia selalu memulai aktivitas pekerjaannya
dengan dzikir kepada Allah. Ketika berangkat dari rumah, lisannya basah dengan
doa bismillahi
tawakkaltu alallah.. la haula wala quwwata illa billah..Dan ketika pulang ke rumahpun, kalimat tahmid
menggema dalam dirinya yang keluar melalui lisannya.
2.
Itqan, sungguh-sungguh dan profesional dalam bekerja
الإتقان في العمل
Syarat kedua agar pekerjaan dijadikan sarana
mendapatkan surga dari Allah SWT adalah profesional, sungguh-sungguh dan tekun
dalam bekerja.
Diantara bentuknya adalah, tuntas melaksanakan
pekerjaan yang diamanahkan kepadanya, memiliki keahlian di bidangnya dsb.
Dalam sebuah hadits Rasulullah bersabda
إِنَّ اللهَ يُحِبُّ
إِذَا عَمِلَ أَحَدُكُمْ عَمَلاً أَنْ يُتْقِنَهُ (رواه الطبراني)
Sesungguhnya Allah mencintai seorang hamba
yang apabila ia bekerja, ia menyempurnakan pekerjaannya. (HR. Tabrani_
3.
sikap Jujur & Amanah
الصدق والأمانة
Karena pada hakekatnya pekerjaan yang
dilakukannya tersebut merupakan amanah, baik secara duniawi dari atasannya atau
pemilik usaha, maupun secara duniawi dari Allah SWT yang akan dimintai
pertanggung jawaban atas pekerjaan yang dilakukannya. Implementasi jujur dan
amanah dalam bekerja diantaranya adalah dengan tidak mengambil sesuatu yang
bukan menjadi haknya, tidak curang, obyektif dalam menilai, dan sebagainya.
Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda:
التَّاجِرُ الصَّدُوْقُ
اْلأَمِيْنُ مَعَ النَّبِيِّيْنَ وَالصِّدِّيْقِيْنَ وَالشُّهَدَاءِ (رواه
الترمذي)
Seorang pebisnis yang jujur lagi dapat
dipercaya, (kelak akan dikumpulkan) bersama para nabi, shiddiqin dan syuhada’.
(HR. Turmudzi)
4.
Menjaga Etika Sebagai Seorang Muslim
التخلق بالأخلاق الإسلامية
Bekerja juga harus memperhatikan adab dan
etika sebagai seroang muslim, seperti etika dalam berbicara, menegur,
berpakaian, bergaul, makan, minum, berhadapan dengan customer, rapat, dan
sebagainya. Bahkan akhlak atau etika ini merupakan ciri kesempurnaan iman
seorang mu’min.
Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda :
أَكْمَلُ
الْمُؤْمِنِيْنَ إِيْمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا (رواه الترمذي)
Sesempurna-sempurnanya keimanan seorang mu’min
adalah yang paling baik akhlaknya (HR. Turmudzi)
5.
Tidak Melanggar Prinsip-Prinsip Syariah
مطبقا بالشريعة
الإسلامية
Aspek lain dalam etika bekerja dalam Islam
adalah tidak boleh melanggar prinsip-prinsip syariah dalam pekerjaan yang
dilakukannya.
Tidak melanggar prinsip syariah ini dapat
dibagi menjadi beberapa hal :
Pertama dari sisi dzat atau substansi dari
pekerjaannya, seperti memporduksi tidak boleh barang yang haram,
menyebarluaskan kefasadan (seperti pornografi), mengandung unsur riba, maysir,
gharar dsb.
Kedua dari sisi penunjang yang tidak terkait langsung
dengan pekerjaan, seperti risywah, membuat fitnah dalam persaingan, tidak
menutup aurat, ikhtilat antara laki-laki dengan perempuan, dsb.
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ
ءَامَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَلاَ تُبْطِلُوا
أَعْمَالَكُمْ
Hai orang-orang yang beriman, ta`atlah kepada
Allah dan ta`atlah kepada rasul dan janganlah kamu merusakkan (pahala)
amal-amalmu. (QS. Muhammad, 47 : 33)
6.
Menghindari Syubhat
الإبتعاد عن الشبهات
Dalam bekerja terkadang seseorang dihadapkan
dengan adanya syubhat atau sesuatu yang meragukan dan samar antara kehalalan
dengan keharamannya. Seperti unsur-unsur pemberian dari pihak luar, yang
terdapat indikasi adanya satu kepentingan terntentu. Atau seperti bekerja sama
dengan pihak-pihak yang secara umum diketahui kedzliman atau pelanggarannya
terhadap syariah. Dan syubhat semacam ini dapat berasal dari internal maupun
eksternal.
Oleh karena itulah, kita diminta hati-hati
dalam kesyubhatan ini. Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda, “Halal itu
jelas dan haram itu jelas, dan diantara keduanya ada perkara-perkara yang
syubhat. Maka barang siapa yang terjerumus dalam perkara yang syubhat, maka ia
terjerumus pada yang diharamkan…” (HR. Muslim)
7. Menjaga Ukhuwah Islamiyah
المراعاة بالأخوة
الإسلامية
Aspek lain yang juga sangat penting
diperhatikan adalah masalah ukhuwah islamiyah antara sesama muslim. Jangan
sampai dalam bekerja atau berusaha melahirkan perpecahan di tengah-tengah kaum
muslimin. Rasulullah SAW sendiri mengemukakan tentang hal yang bersifat
prefentif agar tidak merusak ukhuwah Islamiyah di kalangan kaum muslimin.
Beliau mengemukakan, “Dan janganlah kalian membeli barang yang sudah dibeli saudara
kalian” Karena jika terjadi
kontradiktif dari hadits di atas, tentu akan merenggangkan juga ukhuwah
Islamiyah diantara mereka; saling curiga, su’udzon dsb.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, ia
mengatakan, "Telah bersabda Rasulullah SAW, 'Sesungguhnya Allah SWT murka
kepada setiap orang yang ahli dalam urusan dunia, (namun) bodoh dalam urusan
akhirat).'" (HR Hakim).
Bodoh dalam urusan akhirat artinya
tidak mengerti hukum syariat Allah (halal/haram hantam) dan tidak mau
memahaminya dan menjalankannya dengan sungguh-sungguh.Oleh karena itu, mari
kita berbenah untuk menjadi Muslim yang bahagia. Yaitu, dengan cara menjadi
Muslim yang bekerja karena Allah dengan berusaha membangun mentalitas kerja
yang andal, cermat, teliti, dan penuh inovasi. Wallahu a'lam.
Apakah Kamu sudah cerdas di pekerjaanmu? Dan apakah Kamu sudah cerdas di Akhiratmu?
0 komentar: